Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram menegaskan komitmennya untuk memastikan terpenuhinya hak-hak para korban kasus pelecehan seksual yang dilakukan pria difabel, IWAS. Perhatian khusus diberikan kepada aspek kesehatan para korban, termasuk anak-anak yang menjadi bagian dari belasan korban dalam kasus ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, Emirald Isfihan, menyatakan pihaknya bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram sedang berkoordinasi terkait langkah-langkah penanganan korban.
Ranah kami bagaimana mengawal kasus-kasus yang terjadi, misalnya kalau terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak, kami tentu akan mengeluarkan visum. Bagaimana visum itu diakses, karena memang ada visum yang harus dilakukan dan segera tuntas, kata Emirald Isfihan saat dikonfirmasi di Mataram, Jumat (20/12/2024).
Emirald menjelaskan pihaknya memprioritaskan penanganan kesehatan anak-anak korban IWAS. Hak-hak anak harus dipenuhi, termasuk layanan kesehatan jika mereka mengalami gangguan akibat kasus ini. Pemkot Mataram akan terus memantau keberlanjutan kasus ini untuk memastikan tidak ada hak korban yang terabaikan.
Selain itu, Pemkot Mataram juga menyiapkan mitigasi kesehatan terhadap tersangka IWAS, menegaskan pentingnya pelayanan kesehatan yang setara untuk semua pihak. Baik korban maupun pelaku memiliki hak yang sama dalam layanan kesehatan.
Karena semua orang punya hak yang sama dalam kesehatan, mau dia pelaku, mau dia korban, itu sama. Maka kami harus berimbang memberikan layanan kesehatan itu,”tandasnya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Hassanudin, menyatakan perhatian serius terhadap kasus ini. Ia memastikan pendampingan hukum diberikan kepada para korban, terutama anak-anak.
Semua akan diberikan pendampingan (hukum), kata Hassanudin.
Kasus ini mencuat setelah seorang mahasiswi berinisial MA melaporkan IWAS ke Polda NTB dengan dugaan kekerasan seksual. Laporan tersebut mengungkap adanya belasan korban lain, termasuk tiga anak-anak. Saat ini, IWAS telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani tahanan rumah.
IWAS (22), pria difabel tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap MA, mahasiswi di Mataram, diduga kerap menggunakan modus menelepon orang yang diduga ibunya untuk melancarkan aksi bejat tersebut. Sejauh ini, sudah ada 17 korban pelecehan IWAS yang buka suara.
Korban ke-17 sebut saja Ms X, mantan mahasiswi Universitas Mataram (Unram) asal Makassar, Sulawesi Selatan. Ms X mengisahkan kejadian yang menimpanya itu berawal dari pertemuannya dengan IWAS di Taman Udayana, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada akhir Februari 2024.
Saat itu, Ms X menaruh iba kepada IWAS yang tak punya kedua tangan. Apalagi, IWAS mengaku baru saja kehilangan sepeda motor yang dibawa kabur oleh kekasihnya. Dia lantas meminjam handphone kepada Ms X.
Dia diam, tapi setelah beberapa menit dia izin meminjam handphone saya. Saya kasihan saja, makanya saya kasih pinjam handphone waktu itu, kata Ms X saat diwawancarai detikBali, Kamis (19/12/2024).
IWAS lantas menyebutkan satu nomor handphone untuk ditelepon. Lantaran IWAS tidak memiliki dua tangan, Ms X pun menelepon nomor yang disebutkan tersebut. Menurut Ms X, nomor itu merupakan nomor handphone ibu IWAS.
Ternyata itu nomor ibunya. Setelah nyambung, IWAS kasih tahu ibunya ternyata perempuan yang dia cari itu tidak ada di (Taman) Udayana, kata Ms X.
Singkat cerita, setelah membantu IWAS, Ms X segera pulang ke kos karena ojek online yang dia tunggu sudah datang. Setiba di kamar kosnya yang berada di lantai dua, Ms X seketika terkejut mendengar pintu kamarnya diketuk.
Ternyata pas saya tutup pintu mau taruh tas saya, eh ada yang ketuk pintu kamar. Awalnya, saya pikir kakak saya ke kos. Eh, ternyata buka pintu, kaget saya, IWAS sudah di depan kamar saya, tutur Ms X.
Namun, saat itu Ms X belum berpikiran buruk tentang IWAS. Ms X bertanya kepada IWAS bagaimana bisa pria itu dalam sekejap berada di kosnya.
Dia bilang memang mengikuti saya dan minta maaf. IWAS bilang cuma mau terima kasih karena saya sudah kasih meminjam handphone, cerita Ms X.